Dalam mewujudkan konsep-konsep apriori
dalam dunia nyata, Kant menegaskan pengalaman memiliki peranan yang sangat
penting. Menurut Kant, pemikiran membutuhkan konsep,
sekaligus sesuatu agar konsep itu bisa diterapkan. Kant berkata bahwa
pemikiran tanpa isi adalah kosong,
dan intuisi tanpa konsep
adalah buta. Misalnya,
seseorang berpikir tentang
rumah. Rumah dalam
pikiran orang tersebut adalah sebuah konsep. Agar konsep bisa diketahui, dan dipahami, harus mampu diwujudkan
dalam tataran empiris. Sesuatu bisa dinyatakan
dalam tataran empiris, ketika seseorang sadar akan kehidupannya. Objek yang didapat melalui pengalaman yang
dimiliki terdapat hubungan dengan kesadaran ketika melakukan aktivitas. Menurut Kant, dari
pengalaman akan menghasilkan sebuah kesadaran,
dan tidak ada kesadaran
yang mendahului pengalaman. Bahkan dengan pengalaman kesadaran dimulai.
Kesadaran itu selalu terarah kepada objek. Untuk dapat menangkap realitas, dibutuhkan kemampuan
sensibilitas (penerimaan). Daya sensibilitas ini mengumpulkan sejumlah data yang kita butuhkan untuk
mengungkapkan sebuah pemahaman baru untuk menghasilkan informasi baru. Bagi Kant, sensibilitas adalah kapasitas
(penerimaan) untuk mencapai representasi atas objek- objek melalui suatu cara
tertentu. Fungsi sensibiltas hanya menangkap dan tidak memberi penilaian atas penampakkan.
Kant
menjelaskan bagaimana sebuah objek dapat diketahui subjek. Para Filsuf sebelumnya berpendapat bahwa setiap wujud yang ditampakan oleh objek merupakan
suatu cara di mana subjek yang mengamati objek. Dalam memperoleh pengethaan
terhadap objek yang dipahami, subjek harus mendekati atau berinteraksi dengan
objek sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih valid. Dalam pandangan
Kant, yang terjadi
adalah sebaliknya. Justru
objek yang menampakkan dirinya kepada subjek. Subjek sebagai pengamat, menerima adanya makna dari objek. Pandangan
ini dianggapnya sebagai
sebuah terobosan baru dalam
filsafat.
Daya
sensibilitas merupakan kemampuan subjektif setiap individu. Efek dari objek atas kapasitas representasi yang
dipengaruhi objek, oleh Kant disebut sensasi
(sensation). Sedangkan intuisi yang
berhubungan dengan objek melalui sensasi
disebut empiris (empirical), dan
objek-objek intuisi empiris yang sudah ditentukan
batas-batasnya disebut penampakkan (appearance).
Dalam proses hadirnya
penampakkan, menurut Kant, terdapat dua bentuk fungsi murni intuisi sebagai prinsip kesadaran a priori: ruang dan waktu. Dua hal ini
dijelaskan sebagai bagian
dari estetika transendental. Dengan ini, posisi
Kant cukup jelas. Ia menolak
rasionalisme yang mengutamakan aspek a priori, sekaligus tidak sependapat dengan empirisme yang memutlakkan pengalaman. Bagi Kant, kedua
hal itu akan saling berpengaruh dalam terbentuknya pengetahuan.
Ruang bukan konsep empiris.
Tapi, tempat segala
bentuk penginderaan ditentukan batas-batas keluasannya.
Dalam ruang, objek dapat dihubungkan satu dengan lainnya, dalam penampakkan
dan bukan dalam benda pada dirinya.
Ruang tidak bersifat diskursif.
Tapi, intuisi murni a priori, yang menjadi dasar semua intuisi luar. Jika tidak ada
ruang, maka tidak ada yang bisa
hadir kepada subjek. Sama seperti ruang, waktu bukan konsep empiris yang didapat dari pengalaman. Waktu adalah kondisi
formal a priori penampakkan secara umum. Secara
tegas Kant menyatakan bahwa waktu adalah
sesuatu yang riil,
yakni sebuah bentuk
riil dari intuisi terdalam.
Waktu mendasari kemungkinan prinsip hubungan apodiktik
waktu, atau aksioma
secara umum. Dengan waktu, aktualisasi setiap penampakkan menjadi mungkin. Waktu hanya satu, tidak simultan, tetapi beruntut. Waktu tidak bisa menentukan batas penampakkan luar, atau bentuk
dan posisi. Tapi, hanya menyajikan hubungan representasi keadaan
terdalam.
Hubungan antara ruang dan waktu adalah sebagai berikut.
Waktu adalah kondisi a priori semua penampakkan secara umum. Waktu menentukan kondisi terdalam,
yang menengahi kondisi
terdalam dengan penampakkan luar. Sedangkan ruang,
sebagai fungsi murni a priori intuisi
luar, terbatas sebagai sebuah kondisi
murni dengan intuisi luar. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa setiap penampakan luar berada di dalam
ruang dan ditentukan secara a priori batas-batasnya oleh ruang. Dalam kaitan
ini, semua penampakkan secara umum, yakni semua objek indera dalam keadaan terdalam
berada di dalam waktu, dan secara tepatnya berhubungan
dengan waktu. Penegasan Kant tentang ruang dan waktu merupakan
upaya mengukuhkan validitas
objektif semua objek penampakkan.
Menurut Kant, ruang dan waktu secara empiris riil dan secara
transendental ideal. Disebut riil, karena ruang dan waktu berkaitan
dengan penampakan objek-objek luar. Meskipun kedudukan
penampakan tersebut sudah
berupa sintesis antara unsur a posteriori dan a priori, namun penampakan adalah
hal yang nyata dan
bukan ilusi. Dengan penampakan itu, subjek mendapat informasi
yang akan diteruskan ke dalam struktur
a
priori lain dalam dirinya.
Dengan ruang dan waktu, Kant menganggap
segala sesuatu yang diperoleh daya sensibiltas dari luar, sudah ditentukan
batas-batasnya oleh kedua fungsi a priori tersebut. Dengan begitu,
penampakan menjadi sesuatu yang sudah tidak murni benda pada dirinya.
Kant menganggap penampakkan hanya sebuah fenomena, bukan noumena. Fenomena berarti penampakkan, sejauh yang bisa ditangkap
subjek. Noumena adalah wujud benda pada dirinya sendiri.
Fenomena berbeda dari noumena. Wujud benda pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang masih
bersifat misteri, dan berada di luar jangkauan manusia. Selanjutnya, setelah penampakan objek berada dalam ruang lingkup
a priori
tersebut, ada hal lain yang harus dipenuhi
sebelum bisa menghasilkan pengetahuan. Kant menyebutnya dengan istilah kategori sebagai
turunan dari putusan-putusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar