Selasa, 12 Oktober 2021

Bagaimana Konsep Ruang dan Waktu Pada Buku The Critique of Pure Reason Dalam Melahirkan Pengetahuan atau Informasi Baru?


Dalam mewujudkan konsep-konsep apriori dalam dunia nyata, Kant menegaskan pengalaman memiliki peranan yang sangat penting. Menurut Kant, pemikiran membutuhkan konsep, sekaligus sesuatu agar konsep itu bisa diterapkan. Kant berkata bahwa pemikiran tanpa isi adalah kosong, dan intuisi tanpa konsep adalah buta. Misalnya, seseorang berpikir tentang rumah. Rumah   dalam pikiran orang tersebut adalah sebuah konsep. Agar konsep bisa diketahui, dan dipahami, harus mampu diwujudkan dalam tataran empiris. Sesuatu bisa dinyatakan dalam tataran empiris, ketika seseorang sadar akan kehidupannya. Objek yang didapat melalui pengalaman yang dimiliki terdapat hubungan dengan kesadaran ketika melakukan aktivitas. Menurut Kant, dari pengalaman akan menghasilkan sebuah kesadaran, dan tidak ada kesadaran yang mendahului pengalaman. Bahkan dengan pengalaman kesadaran   dimulai. Kesadaran itu selalu terarah kepada objek. Untuk dapat menangkap realitas, dibutuhkan kemampuan sensibilitas (penerimaan). Daya sensibilitas ini mengumpulkan  sejumlah data yang kita butuhkan untuk mengungkapkan sebuah pemahaman baru untuk menghasilkan informasi baru. Bagi Kant, sensibilitas adalah kapasitas (penerimaan) untuk mencapai representasi atas objek- objek melalui suatu cara tertentu. Fungsi sensibiltas hanya menangkap dan tidak memberi penilaian atas penampakkan.

Kant menjelaskan bagaimana sebuah objek dapat diketahui subjek. Para Filsuf sebelumnya berpendapat bahwa setiap wujud yang ditampakan oleh objek merupakan suatu cara di mana subjek yang mengamati objek. Dalam memperoleh pengethaan terhadap objek yang dipahami, subjek harus mendekati atau berinteraksi dengan objek sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih valid. Dalam pandangan Kant, yang terjadi adalah sebaliknya. Justru objek yang menampakkan dirinya kepada subjek. Subjek sebagai pengamat, menerima adanya makna dari objek. Pandangan ini dianggapnya sebagai sebuah terobosan baru dalam filsafat.

Daya sensibilitas merupakan kemampuan subjektif setiap individu. Efek dari objek atas kapasitas representasi yang dipengaruhi objek, oleh Kant disebut sensasi (sensation). Sedangkan intuisi yang berhubungan dengan objek melalui sensasi disebut empiris (empirical), dan objek-objek intuisi empiris yang sudah ditentukan batas-batasnya disebut penampakkan (appearance). Dalam proses hadirnya penampakkan, menurut Kant, terdapat dua bentuk fungsi murni intuisi sebagai prinsip kesadaran a priori: ruang dan waktu. Dua hal ini dijelaskan sebagai bagian dari estetika transendental. Dengan ini, posisi Kant cukup jelas. Ia menolak rasionalisme yang mengutamakan aspek a priori, sekaligus tidak sependapat dengan empirisme yang memutlakkan pengalaman. Bagi Kant, kedua hal itu akan saling berpengaruh dalam terbentuknya pengetahuan.

Ruang bukan konsep empiris. Tapi, tempat segala bentuk penginderaan ditentukan batas-batas keluasannya. Dalam ruang, objek dapat dihubungkan satu dengan lainnya, dalam penampakkan dan bukan dalam benda pada dirinya. Ruang tidak bersifat diskursif. Tapi, intuisi murni a priori, yang menjadi dasar semua intuisi luar. Jika tidak ada ruang, maka tidak ada yang bisa hadir kepada subjek. Sama seperti ruang, waktu bukan konsep empiris yang didapat dari pengalaman. Waktu adalah kondisi formal a priori penampakkan secara umum. Secara tegas Kant menyatakan bahwa waktu adalah sesuatu yang riil, yakni sebuah bentuk riil dari intuisi terdalam. Waktu mendasari kemungkinan prinsip hubungan apodiktik waktu, atau aksioma secara umum. Dengan waktu, aktualisasi setiap penampakkan menjadi mungkin. Waktu hanya satu, tidak simultan, tetapi beruntut. Waktu tidak bisa menentukan batas penampakkan luar, atau bentuk dan posisi. Tapi, hanya menyajikan hubungan representasi keadaan terdalam.

Hubungan antara ruang dan waktu adalah sebagai berikut. Waktu adalah kondisi a priori semua penampakkan secara umum. Waktu menentukan kondisi terdalam, yang menengahi kondisi terdalam dengan penampakkan luar. Sedangkan ruang, sebagai fungsi murni a priori intuisi luar, terbatas sebagai sebuah kondisi murni dengan intuisi luar. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa setiap penampakan luar berada di dalam ruang dan ditentukan secara a priori batas-batasnya oleh ruang. Dalam kaitan ini, semua penampakkan secara umum, yakni semua objek indera dalam keadaan terdalam berada di dalam waktu, dan secara tepatnya berhubungan dengan waktu. Penegasan Kant tentang ruang dan waktu merupakan upaya mengukuhkan validitas objektif semua objek penampakkan.

Menurut Kant, ruang dan waktu secara empiris riil dan secara transendental ideal. Disebut riil, karena ruang dan waktu berkaitan dengan penampakan objek-objek luar. Meskipun kedudukan penampakan tersebut sudah berupa sintesis antara unsur a posteriori dan a priori, namun penampakan adalah hal yang nyata dan bukan ilusi. Dengan penampakan itu, subjek mendapat informasi yang akan diteruskan ke dalam struktur a priori lain dalam dirinya.

Dengan ruang dan waktu, Kant menganggap segala sesuatu yang diperoleh daya sensibiltas dari luar, sudah ditentukan batas-batasnya oleh kedua fungsi a priori tersebut. Dengan begitu, penampakan menjadi sesuatu yang sudah tidak murni benda pada dirinya. Kant menganggap penampakkan hanya sebuah fenomena, bukan noumena. Fenomena berarti penampakkan, sejauh yang bisa ditangkap subjek. Noumena adalah wujud benda pada dirinya sendiri. Fenomena berbeda dari noumena. Wujud benda pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang masih bersifat misteri, dan berada di luar jangkauan manusia. Selanjutnya, setelah penampakan objek berada dalam ruang lingkup a priori tersebut, ada hal lain yang harus dipenuhi sebelum bisa menghasilkan pengetahuan. Kant menyebutnya dengan istilah kategori sebagai turunan dari putusan-putusan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar